Khotbah Minggu/12 Mei 2019

Matius 6:19-24

Banyak pengajaran Yesus yang dapat kita baca dan renungkan dalam kotbah di bukit ini. Salah satu pengajaran itu adalah hal mengumpulkan harta. Dalam bacaan ini sebenarnya ada dua macam harta yang dibicarakan oleh Tuhan Yesus, yaitu harta duniawi dan harta sorgawi. Dan Yesus memerintahkan kita untuk tidak mengumpulkan harta di dunia ini. Karena itu, pada ayat 19 kita membaca: “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi: di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.” Agaknya tidak sulit untuk menentukan harta mana yang dimaksudkan Yesus, yang harus kita utamakan, yaitu harta di sorga dan bukan harta di bumi. Harta yang kita kumpulkan di bumi ini tidaklah kekal dan abadi. Harta itu bisa rusak dan binasa. Misalnya: hilang atau lenyap karena bencana alam.
Kalau Yesus berkata: jangan kamu mengumpulkan harta di bumi ini, maka perkataan itu jangan disalahartikan, seakan-akan kita tidak boleh menyimpan uang atau menabung untuk hari esok (misal: ikut asuransi dlsb) atau seolah-olah Yesus mengharamkan kita untuk memiliki sesuatu. Kita juga perlu mempersiapkan masa depan kita dengan baik, merencanakan keuangan kita dengan baik (misalnya: kita perlu mempersiapkan biaya pendidikan anak-anak kita). Karena itu, jangan hidup boros atau hidup bermewah-mewah. Firman Tuhan mengingatkan kita: cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.
Jadi menyimpan uang atau kebutuhan hidup untuk hari esok bukanlah tindakan yang salah. Alkitab sendiri mengajarkan kita supaya belajar dari semut yang pada musim panas menyimpan makanannya untuk musim dingin (Amsal 6:6-8).
Jadi sebenarnya apa yang Yesus larang?
Yang Yesus larang di sini adalah sifat egois yang mementingkan diri sendiri. Orang yang mengumpulkan harta untuk dirinya sendiri, sehingga tidak mau berbagi dengan orang lain. Yang hatinya telah membatu sehingga tidak punya kepekaan terhadap penderitaan/kesusahan orang lain (bnd. 1 Yohanes 3:17). Orang seperti ini biasanya mengandalkan harta/kekayaannya. Yesus pernah menceritakan orang kaya yang bodoh dalam Injil Lukas 12:13-dyb. Terhadap sifat tamak akan harta/kekayaan, Tuhan Yesus berkata agar kita berjaga-jaga dan waspada. Dalam Lukas 12: 15 Yesus bersabda: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”
Hidup kita hanya bergantung pada Tuhan, bukan pada kekayaan kita. Karena itu, hati kita harus senantiasa terarah kepada Tuhan (harta sorgawi itu), bukan terpikat pada harta duniawi (ay. 21). Jangan arahkan dan pertaruhkan hidup kita pada harta duniawi yang kita miliki (walaupun banyak dan berlimpah-limpah sampai cukup untuk 7 turunan), tetapi kepada Tuhan. Harta kita tidaklah abadi. Walaupun semua orang tahu bahwa harta itu tidak abadi, namun banyak org yang tetap saja bertengkar karena harta dan menjadikan harta itu segala-galanya. Misal: karena persoalan pembagian harta warisan orang tua, hubungan keluarga bisa menjadi retak. Jika harta dijadikan tujuan hidup, maka pandangan hidup manusia bisa jadi gelap, tidak ada terang lagi. Itu sebabnya ada istilah gelap mata. Kalau sudah gelap mata terhadap sesuatu yang kita kejar atau inginkan dalam hidup ini (ambisi terhadap kekuasaan, jabatan, termasuk harta kekayaan), orang tidak takut lagi untuk berbuat kejahatan. Gelap mata membuat kita buta (dibutakan oleh banyak hal, bukan hanya harta, tetapi juga ambisi, cinta terlarang dlsb) sehingga akan menjerumuskan kita kepada kehancuran dan penyesalan. Itu sebabnya di ayat 22-23 Yesus ingatkan agar mata kita harus terang/sehat, bukan gelap. Mata sebenarnya adalah kiasan untuk hati.
Firman Tuhan yang kita baca ini mengingatkan kita bahwa harta yang kita kumpulkan di dunia ini tidak abadi, harta itu akan dirusakkan oleh ngengat (sejenis binatang kecil) dan karat serta pencuri akan membongkar dan mengambilnya. Kalaupun kita mampu menjaga harta kita sampai di akhir hayat hidup kita, tokh kita tidak akan memasukannya ke dalam peti mati kita. Ayub pernah berkata: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku kembali ke dalamnya” (Ayub 1:21; bnd. 1 Timotius 6:7).
Untuk hidup yang sementara di dunia ini, kita seharusnya mengumpulkan harta di sorga, seperti yang diajarkan Tuhan Yesus dalam perikop ini (ay. 20-21). Apa yang dimaksud dengan mengumpulkan harta di sorga? John Stott mengatakan: “...mengumpulkan harta di sorga, berarti ‘berbuat sesuatu’ di dunia yang fana ini, tetapi memiliki dampak yang abadi.”
Misalnya:
1) Dengan harta, kita dapat menolong orang yang berkesusahan. Namun, perbuatan menolong orang lain bukan sebagai jaminan/garansi agar bisa masuk sorga atau memperoleh hidup kekal, sebab perkara masuk sorga adalah anugerah Allah, bukan usaha manusia.
2) Kita dapat memakai harta kita untuk membantu dan memajukan pekerjaan Tuhan (Amsal 3:9-10). Karena itu, jangan pernah takut dan kuatir untuk memberi kepada Tuhan, sebab Ia yang menjamin dan memelihara hidup kita, bukan mamon. Itu sebabnya Yesus berkata agar kita hanya menyembah Allah dalam hidup ini, bukan mamon (mamon adalah kata Aram untuk uang/kepunyaan). Mari kita berikan yang terbaik kepada Tuhan sebab kita sudah terlebih dahulu menerima yang terbaik dari Dia. Apa hal terbaik yang sudah kita terima dari Tuhan? Banyak hal yang sudah kita terima dari Tuhan, misalnya: napas hidup, kesehatan dan waktu. Karena itu, waktu yang ada jangan hanya dihabiskan untuk mencari kekayaan yang sementara, lalu melupakan Tuhan. Pergunakanlah waktu yang ada untuk melayani Tuhan dan sesama. Itulah makna terdalam dari perintah Yesus untuk mengumpulkan harta di sorga. Yesus berfirman: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RENUNGAN MATIUS 11:25-30

Pandangan Yahudi dan Yunani tentang Kebangkitan Yesus dan Orang Mati